NURULEKA.COM - Nama ENSIKLOTIIK diambil dari gabungan kata “Ensiklopedia” dan “Politik”, yang menggambarkan semangat kanal ini: arsip cerdas untuk memahami kekuasaan, perlawanan, dan perubahan.
Dengan ENSIKLOTIIK, Nuruleka.com ingin menciptakan ruang digital yang menghargai masa lalu bukan sebagai beban, tapi sebagai kompas peradaban.
Ingin Berkontribusi?
ENSIKLOTIIK membuka ruang bagi penulis dan kontributor yang punya:
✍️ Tulisan sejarah, opini kontekstual
📸 Arsip visual (foto, selebaran, poster)
🎙️ Cerita turun-temurun dari keluarga/daerah
💌 Kirim karya ke: redaksi@nuruleka.com
Subjek: Kontribusi ENSIKLOTIIK
Baik, berikut lanjut ke tema sesuai judul yang akan membahas mengenai BUNG TOMO.
1. Siapa Sebenarnya Bung Tomo?
- Nama asli: Sutomo (lahir 3 Oktober 1920, Surabaya), wafat 7 Oktober 1981 saat berhaji di Arafah.
- Latar jurnalistik: Aktif sebagai wartawan sejak 1937—redaktur “Pembela Rakyat”, wartawan Harian Soeara Oemoem, dan pemimpin redaksi Antara Surabaya.
- Kemampuan orasi: Mendirikan Radio Pemberontakan, siaran melalui radio lokal yang menyulut semangat rakyat dan santri.
2. Peran Legendaris di Pertempuran Surabaya
- Tanggal penting: 10 November 1945, hari puncak “Pertempuran Surabaya”, yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
- Seruan ikonik: Orasi “merdeka atau mati” melalui radio memicu semangat juang dan perlawanan rakyat melawan Belanda dan Inggris.
- Skala gerakan: Dipimpin 20.000 pejuang TKR dan 70.000–140.000 rakyat dalam konfrontasi melawan 6.000 serdadu paksa Sekutu.
3. Perjalanan Karier & Konsistensi Kritis
-
Pejabat negara:
-
Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang (1955–1956)
-
Menteri Sosial ad‑interim (Januari–Maret 1956)
-
-
Anggota DPR (1956–1959): Menolak dekrit presiden 1959 & menggugat Sukarno.
-
Kritik kepada Orde Baru & Soeharto: Ditahan 1978 karena menyuarakan korupsi dan pemborosan, seperti TMII, sebelum akhirnya dibebaskan setahun kemudian.
4. Pelajaran dari Bung Tomo untuk Zaman Now
Pelajaran Utama | Relevansi Saat Ini |
---|---|
Berani bersuara & jujur | Kritik konstruktif penting dalam demokrasi |
Paradigma multi-peran (jurnalis + orator) | Kini: generasi muda harus pintar menyuarakan gagasan |
Perjuangan lewat media (radio) | Kini: manfaatkan media digital dengan bijak |
Konsistensi idealisme | Jangan menjual prinsip demi popularitas politik |
Aksi nyata, bukan hanya retorika | Kampanye sosial harus diimbangi aksi nyata |
5. Data & Warisan
- 2008: Bung Tomo resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
- Modernisasi nama: Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya dibangun 2008–2010; renovasi untuk Piala Dunia U‑17 2023 menunjukkan relevansi jangka panjang nama dan semangatnya.
Bung Tomo bukan hanya simbol perlawanan, tapi juga teladan integritas, keberanian, dan kesadaran kritis. Di era digital, kita bisa meneruskan legacy-nya dengan:
- Bersuara jujur, lewat tulisan, video, atau podcast—dengan etika.
- Mengkritisi secara konstruktif, bukan destruktif.
- Menggunakan media bukan sekadar alat promosi, tapi sebagai sarana perubahan.
Komentar0