GfdpTpzpTSOlTfzoGUzpTpC7Td==

Nada di Antara Laju Bus: Sepenggal Kisah Warti, Si Gadis Pengamen dari Jombor


NURULEKA.COM
 - Ada satu wajah yang tak pernah aku lupakan sejak masa kuliahku di Yogyakarta. Bukan dosen, bukan teman seperjuangan skripsi, melainkan seorang gadis kecil berambut kusut, membawa gitar mini dan suara lirih yang bersaing dengan deru mesin bis antar kota. Namanya — atau mungkin hanya nama samarannya — Warti.

Setiap kali aku melintas di Terminal Jombor, saat senja mulai turun dan langit kota merona jingga, Warti ada di sana. Dengan kencrung atau gitar kecil di tangan, ia melantunkan lagu-lagu sederhana, terkadang bahkan dengan nada yang fals dan suara yang nyaris tenggelam oleh kebisingan. Tapi justru itu yang membuatku diam. Karena dari suaranya, aku mendengar sesuatu yang tak bisa dibohongi: tekad.

Perjalanan Sunyi di Antara Ribuan Roda

Setiap hari, setelah pulang sekolah, Warti berjalan kaki atau naik angkot dari arah Jombor menuju Terminal Solo—jarak yang bukan main untuk seorang gadis seusianya. Ia bukan anak jalanan, ia anak yang berjuang. Ia bercerita padaku, sambil tersipu malu, bahwa ia melakukan ini untuk uang saku dan membantu orang tuanya membayar biaya sekolah.

"Aku cuma ingin terus sekolah, Kak. Biar nanti aku bisa kerja yang baik, biar Bapak Ibu nggak usah mikir utang terus," katanya waktu itu.

Kata-kata itu masih terngiang, seakan dilantunkan oleh senar gitarnya sendiri.

Drama Kehidupan dalam Nada yang Sendu

Warti tak selalu disambut ramah. Kadang ada penumpang yang mencibir, petugas terminal yang mengusir, atau sesama pengamen yang mencemooh karena ia masih kecil dan dianggap "mengganggu rezeki orang gede". Tapi di balik tubuh ringkihnya, Warti membawa kekuatan yang hanya dimiliki oleh mereka yang tahu rasa lapar dan harga dari setiap lembar rupiah.

Pernah suatu malam, aku melihatnya kehujanan di emperan terminal. Ia tetap memeluk gitarnya, basah kuyup, tapi masih menyanyikan satu lagu—dengan suara gemetar.

"Kalau pulang nggak bawa uang, besok nggak bisa bayar iuran sekolah, Kak," ucapnya saat kutawari jas hujan.

Keyakinan yang Tak Pernah Padam

Waktu itu, aku hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk—antara haru, kagum, dan sesal karena hanya bisa menyaksikan tanpa bisa banyak membantu. Kami hanya sempat ngobrol sebentar. Aku bahkan tidak tahu apakah Warti benar-benar nama aslinya. Setelah aku lulus dan pindah kota, aku tak pernah melihatnya lagi. Tapi semangatnya tertinggal di benakku, dalam-dalam.

Aku tidak tahu apakah kini ia telah berhasil mencapai cita-citanya — mungkin sebagai guru, penyanyi, atau sekadar perempuan kuat yang bisa mengangkat keluarganya dari kesulitan ekonomi. Tapi satu hal yang pasti, semangat sebesar itu tidak pernah hilang sia-sia.

"Mereka yang paling sabar di masa kecil, biasanya paling kuat saat dewasa."

Quots-Quots Inspiratif dari Kisah Warti

  • "Tidak semua pahlawan berseragam. Ada yang memakai seragam sekolah, memegang gitar kecil, dan menyanyi demi harapan."
  • "Kalau mimpi itu terasa jauh, mungkin karena kamu sedang berjalan, bukan bermimpi."
  • "Jangan anggap kecil pengorbanan anak-anak dari keluarga sederhana. Mereka menanam mimpi dengan peluh dan air mata."

Warti mungkin hanya sepenggal nama dari ratusan anak jalanan yang mengamen demi sesuap harapan. Tapi kisahnya adalah bukti bahwa kemiskinan tak bisa mengalahkan tekad, dan kesederhanaan bisa menyimpan kekuatan yang luar biasa.

Semoga, di suatu tempat, Warti sedang menulis kisah barunya—bukan lagi di atas trotoar, tapi di atas panggung hidup yang ia menangkan sendiri.

Komentar0

https://www.nuruleka.com/search/label/Pejuang%20Rupiah

Type above and press Enter to search.