NURUL EKA - Belakangan ini, istilah "generasi stroberi" sering mencuat dalam berbagai perbincangan publik, baik di media sosial maupun forum diskusi. Sebutan ini merujuk pada generasi muda yang dinilai "lembut di luar, rapuh di dalam", mirip dengan karakteristik buah stroberi. Pro kontra generasi stroberi pun menjadi topik hangat: ada yang mengkritik keras, ada pula yang membela dengan penuh optimisme.
Namun, daripada sibuk menyudutkan, mari kita lihat fenomena ini dari sudut pandang yang lebih membangun. Apa yang sebenarnya bisa kita pelajari? Dan bagaimana kita, sebagai bagian dari generasi ini atau yang membimbingnya, bisa membawa perubahan positif?
Pro: Generasi Stroberi Penuh Kreativitas dan Empati
Tidak adil jika hanya melihat sisi negatif dari generasi stroberi. Faktanya, banyak anak muda saat ini tumbuh dengan tingkat kreativitas yang tinggi, kepekaan sosial yang kuat, serta keberanian mengungkapkan perasaan. Mereka terbiasa berpikir kritis, menyuarakan keadilan, dan memperjuangkan hak-hak minoritas yang seringkali diabaikan.
Dalam dunia kerja, mereka menawarkan ide-ide segar, mampu memanfaatkan teknologi digital dengan cemerlang, dan lebih sadar akan pentingnya work-life balance — sesuatu yang kerap diabaikan generasi sebelumnya.
Kontra: Tantangan dalam Menghadapi Tekanan
Meski banyak kelebihannya, tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian generasi muda juga terlihat lebih mudah menyerah saat menghadapi tekanan. Tantangan hidup seperti ketidakpastian ekonomi, persaingan ketat, dan ekspektasi sosial membuat sebagian merasa cepat lelah, cemas, bahkan kehilangan arah.
Namun, alih-alih mencap mereka "manja", kita perlu memahami bahwa tantangan yang mereka hadapi juga berbeda dan lebih kompleks dibandingkan dekade-dekade sebelumnya.
Motivasi: Membentuk Generasi Stroberi yang Tangguh
Sebutan generasi stroberi seharusnya tidak menjadi label yang membatasi potensi, melainkan panggilan untuk tumbuh lebih kuat. Setiap generasi punya tantangannya sendiri, dan yang membedakan adalah bagaimana kita meresponsnya.
Berikut beberapa langkah sederhana untuk membangun ketangguhan:
- Menerima kegagalan sebagai bagian dari proses. Tidak semua hal harus sempurna sejak awal, dan kegagalan adalah guru terbaik.
- Melatih mentalitas bertumbuh (growth mindset), yaitu keyakinan bahwa kemampuan kita bisa dikembangkan melalui usaha dan ketekunan.
- Mengelola stres dengan cara yang sehat, seperti berolahraga, bermeditasi, atau berbicara dengan mentor atau teman terpercaya.
- Tetap terbuka pada kritik tanpa kehilangan kepercayaan diri. Kritikan yang membangun bisa menjadi bahan bakar untuk melompat lebih tinggi.
Dari Stroberi Menjadi Pohon yang Kuat
Jika dirawat dengan baik, stroberi bukan hanya cantik tapi juga memberikan manfaat besar. Begitu pula generasi muda kita: dengan dorongan yang tepat, mereka akan tumbuh menjadi individu yang tangguh, berdaya, dan membawa perubahan positif.
Mari kita ubah narasi. Alih-alih melemahkan dengan kritik, kita kuatkan dengan harapan. Sebab masa depan bangsa ini, sesungguhnya, ada di tangan mereka.